Kesehatan Jiwa: Masalah Yang Sering Disepelekan Dan Dianggap Tidak Penting
Seorang penyair dari Aquino bernama Decimus Iunius Juvenalis pada abad kedua Masehi mempopulerkan sebuah ungkapan atau frasa mens sana in corpore sano yang dimaknai sebagai di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. Frase tersebut terus berkembang dalam dunia olahraga, agar seorang anak memahami betapa pentingnya berolahraga dalam menjaga kondisi tubuh, baik fisik (badan) maupun psikis (jiwa). Frase tersebut seakan menyiratkan bahwa tubuh yang sehat akan membuat jiwa seseorang menjadi sehat.
Berdasarkan pandangan tersebut, kesehatan jiwa sering kali dianggap sebagai sesuatu yang kurang penting dibandingkan dengan kesehatan fisik, karena adanya anggapan jika badan sehat, maka jiwa akan ikut sehat. Padahal, kesehatan jiwa memiliki peran yang sangat krusial dalam kualitas hidup seseorang. Berapa banyak orang yang tubuhnya sehat, namun perilakunya cenderung menyimpang, mudah cemas, depresi dan bahkan sebagian melakukan bunuh diri. Sayangnya, masih banyak orang yang enggan atau takut untuk berbicara tentang masalah kesehatan jiwa, sehingga masalah tersebut seringkali terabaikan. Dampaknya, penyakit yang diderita seseorang sulit untuk diatasi, terlebih untuk disembuhkan. Orang yang ingin berkonsultasi ke psikolog atau psikiater karena masalah depresi atau kecemasan di dalam dirinya, sering kali distigma sebagai orang yang mengalami gangguan jiwa bahkan gila.
Pandangan tersebut tentunya sangat berbeda dengan kondisi di era mileneal. Berdasarkan penelitian pada beberapa tahun terakhir, ditemukan kaitan yang erat antara kesehatan jiwa dengan kesehatan tubuh/fisik seseoarang. Bahkan beberapa hasil penelitan menyebutkan adanya pengaruh kesehatan jiwa terutama depresi dan kecemasan terhadap penyakit kronis, seperti gagal ginjal, gagal jantung, kanker, diabetes melitus, hipertensi, tuberculosis, tukak lambung dan lain-lain. Artinya, jika jiwa seseorang sehat, maka penyakit fisik seseorang akan lebih mudah disembuhkan.
Mengapa Kesehatan Jiwa Sering Terabaikan?
Masyarakat sering kali masih menempelkan stigma negatif dan diskriminasi terhadap orang yang mengalami masalah kejiwaan dan atau gangguan jiwa. Hal ini membuat banyak orang merasa malu atau takut untuk mencari bantuan. Bahkan untuk melakukan skrining kesehatan jiwapun, seseorang sering kali dihantui perasaan takut dikatakan mengalami gangguan jiwa.
Masalah lainnya adalah masih banyak orang yang kurang memahami tentang gangguan jiwa. Mereka acap kali menganggap gangguan jiwa sebagai kelemahan atau tanda kepribadian yang buruk. Berkonsultasi terkait masalah kesehatan jiwa juga dianggap tabu.
Akses terhadap layanan kesehatan jiwa juga masih terbatas, terutama di daerah-daerah terpencil. Psikolog dan atau dokter spesialis jiwa hanya ada di perkotaan. Hal tersebut juga berpengaruh terhadap upaya seseorang menyelesaikan masalah kejiwaannya.
Kesehatan fisik juga dianggap lebih penting dan mendesak dibandingkan dengan kesehatan jiwa. Hal tersebut dipengaruhi oleh pandangan terkait dengan di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat.
Dampak dari Pengabaian Kesehatan Jiwa
Pengabaian terhadap kesehatan jiwa dapat menimbulkan berbagai dampak negatif, baik bagi individu maupun masyarakat secara keseluruhan. Beberapa dampak tersebut antara lain:
- Peningkatan risiko bunuh diri dikarenakan gangguan jiwa yang tidak tertangani.
- Penurunan kualitas hidup disebabkan oleh gangguan jiwa yang mengganggu kemampuan seseorang untuk bekerja, belajar, dan bersosialisasi.
- Peningkatan risiko penyakit fisik, seperti penyakit jantung, diabetes melitus, gagal ginjal dan gangguan pencernaan.
- Beban ekonomi dikarenakan penanganan dan pengobatan gangguan jiwa yang terlambat, sehingga membuat seseorang tidak mampu belajar dan bekerja dengan baik yang berdampak pada tidak adanya pemasukan.
- Dampak pada keluarga dan masyarakat akibat gangguan jiwa yang tidak tertangani dan dapat menyebabkan masalah sosial.
Bagaimana Kesehatan Jiwa Mempengaruhi Penyakit Fisik dan Pengaruh Timbal Baliknya?
Kesehatan jiwa dan kesehatan fisik mempunyai hubungan dua arah dan saling mempengaruhi. Ketika seseorang mengalami masalah kejiwaan seperti depresi, kecemasan, atau stres kronis, tubuh akan merespons dengan cara yang berbeda. Respons ini dapat memicu atau memperburuk berbagai penyakit fisik. Selain masalah kejiwaan atau gangguan jiwa yang mempengaruhi kesehatan fisik, penyakit fisik juga dapat memicu masalah kejiwaan atau memperburuk masalah kesehatan jiwa, terutama terkait depresi atau kecemasan.
Beberapa penyakit fisik yang dipengaruhi oleh kondisi kesehatan jiwa seseorang adalah:
- Penyakit jantung, dikarenakan stres kronis dapat meningkatkan tekanan darah dan kadar kolesterol yang merupakan faktor risiko utama penyakit jantung.
- Diabetes melitus, dipengaruhi oleh gangguan makan yang sering terjadi pada orang dengan masalah kejiwaan, seperti bulimia atau anorexia, sehingga menyebabkan ketidakseimbangan kadar gula darah dan meningkatkan risiko diabetes.
- Gangguan pencernaan, di mana stres dan kecemasan dapat mengganggu fungsi pencernaan dan menyebabkan masalah seperti sindrom iritasi usus besar.
- Gangguan imun/kekebalan, karena sistem kekebalan tubuh yang lemah akibat stres kronis membuat seseorang lebih mudah terkena infeksi.
- Gangguan tidur, seperti insomnia dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan lainnya.
- Sakit kepala dan migrain yang dipicu stres dan kecemasan.
Bagaimana Mengatasinya?
Dalam Upaya mengatasi masalah Kesehatan jiwa tersebut, diperlukan pendekatan yang komprehensif dengan melibatkan:
- Pengobatan medis untuk penyakit fisik dan masalah kejiwaan atau gangguan jiwa harus dilakukan secara bersamaan.
- Terapi psikologis, seperti terapi kognitif-behavioral (pengetahuan dan perilaku) dapat membantu mengelola stres dan emosi negatif.
- Perubahan gaya hidup dengan melakukan pola makan sehat, olahraga teratur, dan tidur yang cukup untuk menjaga kesehatan fisik dan mental.
- Dukungan sosial dari keluarga, teman dan masyarakat untuk membantu seseorang mengatasi masalah kesehatan jiwanya.
Apa yang Bisa Dilakukan?
Setiap orang dapat mengalami masalah kejiwaan dan gangguan jiwa, karena setiap orang mempunyai ambang batas dalam menghadapi stres, depresi dan masalah kejiwaan lainnya, sehingga pada gilirannya dapat mengalami gangguan jiwa. Agar setiap orang tidak lagi berstigma jelek atau mendiskriminasi orang yang mengalami masalah kejiwaan dan gangguan jiwa, maka setiap kita harus melakukan hal-hal berikut:
- Membangun kesadaran di diri sendiri dan masyarakat tentang pentingnya kesehatan jiwa dan menghilangkan stigma dan diskriminasi yang terkait dengan gangguan jiwa.
- Menyediakan guru bimbingan konseling di setiap sekolah/madrasah minimal sesuai dengan rasio, dari sekolah dasar/sederajat hingga sekolah menengah.
- Mempermudah akses masyarakat terhadap layanan kesehatan jiwa, baik psikolog maupun psikiater, termasuk mengoptimalkan peran guru bimbingan konseling di sekolah/madrasah dari penerimaan siswa baru untuk pemetaan dan pendampingan setiap siswa.
- Mencari bantuan jika mengalami masalah kejiwaan atau gangguan jiwa dan jangan ragu untuk mencari bantuan profesional.
- Memberikan dukungan kepada orang-orang yang mengalami masalah kejiwaan atau gangguan jiwa dengan mendengarkan cerita mereka dengan empati dan tunjukkan bahwa mereka tidak sendirian.
- Mencegah masalah kejiwaan atau gangguan jiwa dengan mengelola stres dan menjaga kesehatan mental, seperti dengan berpikir positif, berolahraga, menjaga pola makan yang sehat, dan melakukan relaksasi.
Kesimpulan
Kesehatan jiwa adalah bagian yang tak terpisahkan dari kesehatan secara keseluruhan. Menjaga kesehatan jiwa sama pentingnya dengan menjaga kesehatan fisik. Dengan memperhatikan kesehatan jiwa, kita dapat mencegah berbagai penyakit fisik dan meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan. Dengan meningkatkan kesadaran dan akses terhadap layanan kesehatan jiwa, kita dapat menciptakan masyarakat yang lebih sehat dan bahagia. Hal tersebut senada dengan penggalan lagu Indonesia Raya, yakni bangunlah jiwanya, bangunlah badannya. Perbaiki jiwanya, maka akan baiklah badannya.
Sumber